Bullying Picu Dua Reaksi Ekstrem pada Anak: Penjelasan Psikolog
walatrasehatmata.biz.id – Bullying bisa picu dua respons emosional ekstrem pada anak – eksternalisasi (marah balas dendam) atau internalisasi (depresi self-blame). Sebagai contoh, psikolog klinis Arnold Lukito dari Tabula Rasa jelaskan dalam wawancara CNNIndonesia.com (10/11/2025) bahwa perbedaan ini dipengaruhi kepribadian, dukungan sosial, dan pencarian makna diri. Selain itu, bullying bukan soal kekuatan, tapi struktur emosi yang terbentuk. Dengan demikian, pemahaman ini penting cegah dampak jangka panjang seperti depresi atau radikalisasi. Oleh karena itu, artikel ini sajikan dua reaksi, faktor penyebab, gejala, dan saran orang tua 2025.
Dua Reaksi Bullying Reaksi Ekstrem Anak
Respons dibagi eksternalisasi dan internalisasi, seperti dijelaskan Arnold Lukito. Sebagai contoh, eksternalisasi ekspresi destruktif ke luar seperti marah; internalisasi penahan ke dalam seperti self-blame. Selain itu, Arnold: “Bullying pemicu emosional besar, dampak tergantung faktor”. Dengan demikian, bukan karena “kuat/lembek”, tapi cara otak remaja bangun konsep diri.
| Reaksi | Deskripsi | Contoh Pemikiran |
|---|---|---|
| Eksternalisasi | Impulsif agresif | “Aku balas supaya tahu” |
| Internalisasi | Sensitif perfeksionis | “Mungkin aku pantas” |
Faktor Penyebab
Perbedaan respons dipengaruhi 4 faktor utama. Sebagai contoh, kepribadian: Impulsif cenderung eksternal, sensitif internal. Selain itu, dukungan sosial: Orang tua/guru bantu salurkan emosi sehat. Dengan demikian, pencarian makna: Remaja cari narasi “pejuang” dari ideologi radikal jika tak punya tempat. Oleh karena itu, Arnold: “Ideologi ekstrem beri pesan: Kamu pejuang, bukan korban”. Akibatnya, tanpa dukungan, anak rentan radikalisasi.
Gejala & Dampak
Gejala muncul berbeda. Sebagai contoh, eksternalisasi: Pukul orang, balas dendam. Selain itu, internalisasi: Isolasi, ide bunuh diri. Dengan demikian, umum: Merasa tak punya tempat, cari validasi berbahaya. Oleh karena itu, Arnold: “Bangun empati, literasi emosi, rasa diterima lebih efektif”. Akibatnya, pencegahan kunci.
Saran Orang Tua
Butuh kehadiran emosional. Sebagai contoh, dengarkan tanpa penghakiman. Selain itu, Arnold: “Pastikan anak tahu tak sendirian – validasi”. Dengan demikian, bangun ruang aman ekspresi. Oleh karena itu, kolaborasi sekolah-keluarga. Akibatnya, anak sehat emosional.
Bullying reaksi ekstrem anak: Eksternal vs internal. Oleh karena itu, kepribadian dukungan. Sebagai contoh, Arnold Lukito. Selain itu, pencegahan empati. Dengan demikian, radikalisasi. Akibatnya, 2025 aman!
You may also like

Angka Depresi DKI di Atas Rerata Nasional, Dinkes Bilang Gini

Putri Indonesia Kampanye Kesehatan Mental

