walatrasehatmata.biz.id – Kesehatan mental anak menjadi sorotan setelah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap 1 dari 50 anak usia 15-24 tahun mengalami depresi. Data ini berasal dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di 72 Sekolah Rakyat. Artikel ini mengulas temuan, penyebab, dan solusi, merujuk Detik Health. Lihat juga Berita Kesehatan Mental.
Kesehatan Mental Anak: Data Mengejutkan
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyoroti isu kesehatan mental anak dalam konferensi pers CKG pada 31 Juli 2025. Misalnya, pemeriksaan 7.000 anak di 72 Sekolah Rakyat menunjukkan 2% atau 1 dari 50 anak usia 15-24 tahun mengalami depresi, menurut CNN Indonesia. “Banyak gangguan jiwa anak yang tidak terdeteksi,” ujar Budi. Dengan demikian, skrining rutin menjadi langkah penting untuk mengatasinya.
Program Cek Kesehatan Gratis (CKG)
Program CKG, dimulai Februari 2025, telah menjangkau 16,4 juta orang hingga Agustus 2025, menurut Kompas. Selain itu, program ini fokus pada deteksi dini gangguan jiwa melalui kuesioner untuk siswa SD hingga SMA. Orang tua mengisi kuesioner untuk anak SD, sedangkan siswa SMP-SMA melakukannya sendiri, menurut Detik Health. Oleh karena itu, CKG berhasil mengungkap prevalensi depresi yang sebelumnya tersembunyi.
Penyebab Depresi Anak
Penggunaan gawai berlebihan, paparan media sosial, serta tekanan akademik dan sosial menjadi pemicu utama depresi anak, menurut Budi dan BBC Indonesia. Depresi ditandai dengan kesedihan berkepanjangan, gangguan tidur, kehilangan minat, kesulitan konsentrasi, hingga pikiran tentang kematian, menurut WHO. Karenanya, faktor-faktor ini mengganggu perkembangan emosional dan perilaku anak secara signifikan.
Risiko Percobaan Bunuh Diri
Data CKG mengungkap 1 dari 10 anak usia 13-17 tahun pernah mencoba bunuh diri lebih dari sekali dalam 12 bulan terakhir, menurut Detik Health. Dengan demikian, tekanan sosial dan paparan gawai memperburuk kesehatan mental anak, sejalan dengan laporan global, menurut BBC Indonesia. Oleh karena itu, angka ini menunjukkan urgensi penanganan dini untuk mencegah dampak fatal.
Solusi untuk Gangguan Jiwa Anak
Menkes mendorong skrining rutin melalui CKG untuk deteksi dini gangguan jiwa anak, dengan rujukan ke puskesmas untuk konseling atau terapi, menurut Kompas. Selain itu, Budi menyarankan pengawasan orang tua terhadap gawai dan edukasi kesehatan mental di sekolah, menurut CNN Indonesia. Misalnya, sekolah dapat mengadakan sesi konseling rutin. Dengan demikian, langkah ini mencegah dampak serius seperti bunuh diri.
Kesimpulan
Temuan CKG mengungkap 2% anak usia 15-24 tahun mengalami depresi dan 10% usia 13-17 tahun pernah mencoba bunuh diri, menyoroti krisis kesehatan mental anak. Oleh karena itu, program CKG, pengawasan gawai, dan edukasi menjadi solusi preventif penting. Pemerintah perlu memperluas akses layanan jiwa untuk anak. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Berita Kesehatan Mental atau Analisis Kesehatan Jiwa Anak.
You may also like
